Sang Belia Jelita

Di tengah remang ruang,

Jelita-jelita itu duduk berjajar,

Bergaya bak boneka Cina di etalase kaca.

 

Di tengah remang ruang,

Tebal asap rokok dan lampu disko saling beradu,

Menjilat-jilat seisi ruang dengan ganasnya.

 

Di tengah remang ruang,

Mata-mata buas mengintai menawar,

Suaranya sumbang beradu dengan dentum lagu dan riuh tawa.

 

Di tengah remang ruang,

Cantik riasan membungkam bibir yang membisu getir,

Menyulap sang belia menjadi dewasa.

Puisi di atas menggambarkan potret kehidupan yang dilalui oleh para penyintas (survivor) anak yang diperdagangkan dan dieksploitasi dalam industri prostitusi. Tahukah teman-teman, kalau setiap hari, di saat kita tertidur pulas di kamar kita yang nyaman, ada ribuan anak-anak perempuan yang harus menjalani malam-malam panjangnya di tempat prostitusi sebagai anak perempuan yang dilacurkan?

Sebuah riset menujukkan bahwa 30% dari jumlah pekerja seks di Indonesia masih berusia di bawah 18 tahun.[1] Di mana terdapat sekitar 40.000-70.000 anak yang menjadi korban eksploitasi seksual di Indonesia.[2] Angka tersebut hanyalah menggambarkan jumlah yang tercatat saja. Disinyalir masih banyak lagi jumlah anak yang diperdagangkan dan dieksploitasi oleh sindikat pelaku perdagangan manusia untuk tujuan  prostitusi yang masih belum tercatat atau bahkan belum diketahui keberadaanya.

Kejahatan perdagangan manusia (anak) merupakan kejahatan yang saat ini menduduki peringkat terbesar ke tiga di dunia setelah perdagangan senjata dan narkotika, dengan keuntungan mencapai 7-12 juta dolar setiap tahunnya.[3] Beberapa ahli memperkirakan keuntungan tersebut dinilai lebih tinggi dari keuntungan yang dihasilkan oleh kejahatan lainnya. Hal ini dikarenakan, manusia, terutama anak-anak dapat terus dieksploitasi seumur hidupnya. Sementara senjata dan narkotika dapat rusak atau habis digunakan. Inilah alasan mengapa perdagangan manusia disebut juga sebagai infinite crime atau kejahatan yang tak terbatas. Pelakunya pun dikenal sebagai pelaku kejahatan yang sangat adaptif. Artinya, mereka mampu beradaptasi menyesuaikan, mencari celah hukum yang ada.

Sumber:

[1]http://www.unicef.org/indonesia/UNICEF_Indonesia_Child_Trafficking_Fact_Sheet_-_July_2010.pdf diakses pada Senin, 9 Mei 2016 pukul 01.22 WIB

[2] Ibid,.

[3]UNFPA. (2006). UNFPA State of World Population 2006: A Passage to Hope Women and International Migration. -: United Nation Population Fund

Esti Damayanti | Koordinator KOMPAK JAkarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *