Mengenal Kejahatan Perdagangan Manusia

Kita sering mendengar istilah human slavery, white slavery, modern-day slavery, bukan?

Istilah-istilah tersebut adalah istilah umum yang sering digunakan untuk mendefinisikan praktik perdagangan manusia. Sedangkan perdagangan anak adalah bagian dari kejahatan perdagangan manusia, di mana korbannya adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun.

Tapi, tahukah kamu, walaupun disebut sebagai perbudakan moderen, praktik perdagangan manusia bukanlah praktik yang baru, loh. Kevin Bales pada tahun 2005, dalam bukunya yang berjudul Understanding Global Slavery menunjukkan bahwa praktik perdagangan manusia telah terjadi bahkan sejak jaman Mesir Kuno (abad-21).

Definisi perdagangan manusia

Pada tahun 2000, PBB telah menetapkan aturan mengenai pelarangan perdagangan manusia melalui Protokol Palermo, yaitu peraturan untuk mencegah, menghapuskan, dan menghukum pelaku perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak.

Menurut Protokol Palermo, perdagangan manusia didefinisikan sebagai perekrutan, transportasi, pemindahan, mendaratkan atau menerima seseorang dengan menggunakan ancaman atau paksaan atau bentuk kekerasan lainnya, atau penculikan, atau penyuapan, atau penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan, atau memberi, atau menerima pembayaran, atau keuntungan untuk mendapatkan persetujuan dari orang yang memiliki kuasa atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Yang termasuk eksploitasi adalah prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa atau pelayanan secara paksa, perbudakan atau praktik sejenis perbudakan, penghambaan atau pemindahan organ.[1]

Bentuk-bentuk perdagangan anak[2]

Secara umum, tujuan perdagangan anak dapat dibedakan menjadi 2, yaitu untuk tujuan eskploitasi seksual dan untuk tujuan kerja paksa. Namun, diantara dua tujuan di atas, perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual adalah yang paling tinggi.

Anak-anak yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual, umumnya akan dieksploitasi dalam bentuk prostitusi anak, pornografi anak, pariwisata seks anak dan perkawinan anak.

Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan lebih banyak menjadi korban perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual, khususnya dalam industri prostitusi. Harian kompas mencatat, sepanjang tahun 2011-2013, jumlah anak perempuan yang menjadi korban perdagangan manusia sebanyak 218 jiwa, sedangkan anak laki-laki sebanyak 3 jiwa.[3] Di Indonesia sendiri, diantara perempuan pekerja seks yang tercatat, 30% di antaranya adalah anak perempuan.[4] Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi Indonesia, di mana UNICEF Indonesia memperkirakan 22 dari 33 provinsi di Indonesia merupakan tujuan dari perdagangan manusia dalam negeri.[5]

Sanksi bagi pelaku perdagangan manusia (anak) di Indonesia

Indonesia memiliki aturan yang mengatur tentang tindak pidana perdagangan manusia, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Menurut Undang-Undang TPPO, perdagangan manusia dipahami sebagai tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.[6] Adapun sanksi bagi pelaku adalah pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).[7]

TIMELINE SEJARAH PERDAGANGAN MANUSIA

  1. 3000SM: perbudakan di Mesir Kuno, di mana para budak dipekerjakan secara paksa untuk membangun Piramida,
  2. Abad 15: para penguasa Portugal telah melakukan pengiriman budak dari Afrika dan Eropa,
  3. Abad 18: perdagangan budak di Eropa, Afrika dan Amerika,
  4. Abad 19: perbudakan yang terjadi pada masa perang sipil di Amerika pada tahun 1816-1865,
  5. Abad 20: perbudakan pada masa pendudukan Belanda dan Jepang di Indonesia,
  6. Abad 21: bentuk perbudakan melalui kerja paksa para buruh migrant dan perdagangan seks dalam industri prostitusi serta pornografi.

Sumber:

[1]Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children, Article 3.

[2]The Globalization of Crime: A Transnational Organized Crime Threat Assessment, UNODC 2010, p. 40.

[3]http://print.kompas.com/baca/2015/08/24/Perdagangan-Orang-di-Indonesia-Masih-Tiga-Besar-DudiaksespadahariSelasa, tanggal 29 Maret 2016 pukul 16.00 WIB

[4]http://www.unicef.org/indonesia/UNICEF_Indonesia_Child_Trafficking_Fact_Sheet_-_July_2010.pdfdiaksespadaSenin, 9 Mei 2016 pukul 01.22 WIB

[5]http://www.unicef.org/indonesia/UNICEF_Indonesia_Child_Trafficking_Fact_Sheet_-_July_2010.pdfdiaksespadahariSelasa, tanggal 26 April 2016 pukul 07.56 WIB

[6]Pasal 1, Undang-UndangNomor 21 Tahun 2007 tentangTindakPidanaPerdagangan Orang.

[7] Ibid,.pasal 2.

Esti Damayanti | Koordinator KOMPAK Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *