Local Workshop Surabaya – Youth Network on Violence against Children (YNVAC)

Surabaya – Untuk melanjutkan dan memperluas pengaruh dari kegiatan tahun 2015, pada tahun 2017 Youth Network on Violence against Children (YNVAC) mempunyai dua tujuan utama, yaitu untuk memperluas jaringan yang telah ada di 3 wilayah intervensi tahun lalu dan menghasilkan sebuah film dokumenter. Di mana tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran orang-orang muda berusia 10-24 tahun. Salah satu bentuk kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengadakan Local Workshop dan Focus Group Discussion (FGD)  di 3 wilayah di Indonesia, yaitu Banda Aceh, Surabaya, dan Makassar. Tujuan diadakannya Local Workshop di 3 wilayah terpilih ini adalah untuk meningkatkan pemahaman orang muda terkait dengan isu kekerasan terhadap anak, memberikan kapasitas untuk berjejaring, pemetaan organisasi orang muda dan juga sebagai bentuk advokasi.

Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan selama empat hari, yaitu pada tanggal 25-29 Januari 2016 dan bertempat di Max One Hotel Surabaya (Jl. Tidar No.5, Sawahan, Kec. Sawahan, Kota SBY, Jawa Timur). Pada hari pertama, peserta workshop mempelajari materi perlindungan anak, kekerasan terhadap anak dan bullying fase 1. Pada hari kedua, peserta workshop belajar mengenai bullying fase 2 dan advokasi orang muda. Pada hari ketiga, beserta belajar mengenai berjejaring dan menguatkan jaringan komunitas orang muda, serta membuat rencana aksi stategis. Pada hari keempat perserta melakukan diskusi kelompok terarah (FGD). Adapun rincian dan gambaran umum kegiatan adalah sebagai berikut.

  1. Perlindungan dan Hak Anak

Melihat dari latar belakang peserta pelatihan yang berbeda-beda, di mana sebagian besar diantara peserta pernah mempelajari mengenai hak anak sebelumnya. Sehingga pada sesi ini fasilitator lebih mengarahkan peserta untuk menerapkan pengetahuan mereka pada studi-studi kasus yang dituangkan dalam permainan dan diskusi. Sebelum materi disampaikan, fasilitator meminta peserta untuk menceritakan pengalaman atau ekspektasi mereka terhadap materi yang akan disampaikan. Selanjutnya pemaparan materi oleh fasilitator, simulasi materi oleh peserta melalui permainan dan diskusi, serta kesimpulan dan refleksi sebagai penutup.

Pada materi hak anak, peserta diminta untuk memainkan permainan “Tebak Siapa Aku”. Dalam permainan ini, enam peserta diminta maju ke depan secara sukarela untuk memerankan suatu tokoh. Lalu fasiltator membacakan beberapa kasus yang mungkin dialami oleh tokoh. Tugas dari enam orang yang maju ke depan adalah memperkirakan apakah dengan kondisi yang mereka alami, mereka bisa mendapatkan hak-haknya atau tidak. Sementara, tugas peserta yang lain adalah untuk menebak siapa tokoh yang diperankan oleh teman-temannya. Fungsi dari permainan ini adalah untuk menjelas mengenai prinsip equity dan equality. Setelah memainkan permainan ini, peserta diharapkan memahami bahwa walaupun semua anak memiliki hak yang sama, terdapat kondisi-kondisi tertentu yang membuat sebagian anak membutuhkan perlindungan khusus/lebih agar mereka dapat menikmati hak-haknya sama seperti teman-temannya yang lain.

Pada materi perlindungan anak, fasilitator menyiapkan tiga permainan. Pertama, peserta dibagi menjadi empat kelompok dan diminta untuk memainkan peran berdasarkan studi kasus yang telah disiapkan. Studi kasus tersbut merujuk pada empat prinsip hak anak yang tertuang dalam KHA. Setelah melakukan permainan ini, peserta diharapkan memahami mengenai kondisi-kondisi yang menyebabkan anak tidak mendapatkan hak-haknya. Peserta juga mampu untuk menuangkan strategi pemecahan masalah dan peran masing-masing pihak (pemerintah, orang tua, guru dan teman) pada perlindungan hak anak di dalam peran yang mereka mainkan. Kedua, setelah dijelaskan mengenai bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak, penelantaran, perlakuan salah dan eksploitasi, peserta diminta untuk mengkategorikan kondisi-kondisi tersebut berdasarkan kasus yang telah disiapkan, serta alasan pengkategorian tersebut. Tujuan dari permainan ini adalah peserta mempu membedakan jenis-jenis kekerasan yang pernah mereka lihat dan apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Ketiga, peserta dibagi ke dalam lima kelompok untuk mendiskusikan mengenai bentuk kekerasan yang sering mereka lihat, dengar atau alami. Dalam diskusi tersebut mereka juga diminta untuk mendiskusikan bagiamana dampak dari kekerasan tersebut terhadap anak, bagaimana respon pemerintah dan orang dewasa di sekitar mereka, serta apa yang dapat mereka lakukan ketika kekerasan tersebut terjadi. Selanjutnya, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka, lalu kelompok lain memberikan tanggapan. Pada sesi ini peserta diharapkan mampu (i) mengidentifikasi permasalahan kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekitar mereka beserta dengan dampak yang ditimbulkan, (ii) mengetahui tindakan yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang dewasa di sekitar mereka, dan (iii) apa yang dapat mereka lakukan sebagai orang muda dan upstander terhadap kekerasan pada anak.

  1. Kekerasan terhadap Anak

Pertama, fasilitator memberikan gambar animasi mengenai kekerasan kepada peserta workshop. Selanjutnya peserta diminta untuk menganallisa bentuk kekerasan yang terjadi. Kedua, peserta diminta untuk mendiskusikan pendapat mereka terhadap gambar yang diberikan. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk memudahkan fasilitator dalam membandingkan pengetahuan masing-masing pesrta terhadap materi kekerasan terhadap anak. Ketiga, peserta diberikan satu lembar kertas ukuran A4, dan dilipat menjadi 4 bagian. Di mana pada setiap ujung kertas peserta diminta untuk menuliskan empat kata yaitu apa, kapan, di mana dan mengapa. Pada masing-masing kotak, peserta diminta untuk mengilustrasikan atau menceritakan pengalaman kekerasan di sekitar mereka, yang pernah mereka alami atau saksikan.

  1. Bullying

Sesi pada isu bullying dilangsungkan pada 2 sesi, tepatnya pada hari pertama dan kedua kegiatan. Pada sesi pertama, peserta diberikan penjelasan secara umum dan menyeluruh tentang konsep dan jenis-jenis bullying, berikut contoh yang kerap terjadi di lingkungan sekitar. Pada sesi yang berlangsung lebih kurang 120 menit, peserta dipaparkan dan saling berdiskusi tentang contoh-contoh bullying yang umum terjadi, khususnya di lingkungan sekolah hingga di dunia maya atau akrab disebut dengan cyber bullying.

Diskusi berlangsung 2 arah. Peserta dapat menyampaikan pertanyaan di tengah berlangsungnya sesi, baik dari apa yang pernah dialami, maupun terjadi pada orang terdekat. Pada sesi pertama ini, peserta juga berkesempatan menyaksikan testimoni dari beberapa volunteer Komunitas Sudah Dong, yang pernah menjadi korban bullying, serta solusi yang mereka lakukan saat itu, hingga langkah di kemudian hari agar tidak mengalami kejadian serupa.

Pada sesi di hari kedua, tepatnya sesi identifikasi bullying, secara spesifik tim fasilitator mengambil isu “name calling” pada materi yang disampaikan. Melalui beberapa permainan, seperti “mitos atau fakta” hingga berakhir dengan peserta menyampaikan permohonan maaf pada selembar kertas terhadap tindakan bullying yang mungkin pernah dilakukan. Dari aksi ini, diharapkan agar tidak akan ditemukannya kembali, atau paling tidak 20 peserta bisa menjadi mereka yang peduli dan menyuarakan semangat melawan bullying di lingkungan sekitar dalam berkehidupan sehari-hari.

  1. Advokasi

Pada sesi advokasi peserta diberikan informasi mengenai definisi advokasi dan langkah-langkahnya. Fasiliator menyadari karena usia peserta yang masih sekitar 15-18 tahun dan pengetahuan advokasi masih suatu hal yang baru bagi mereka, maka fokus sesi advokasi adalah bagaimana peserta bisa melakukan tindakan pembelaan dan pertolongan terhadap teman-temannya di sekolah yang mengalami bullying atau kekerasan. Sebelumnya, fasil menggunakan metode jaring laba-laba untuk memancing peserta memahami akar masalah dari suatu masalah. Ketika peserta sudah memahami hal ini, diharapkan peserta bisa berfikir secara menyeluruh ketika melihat suatu masalah. Kasus yang diangkat dalam jaring laba-laba adalah tentang seorang pelaku bullying. Fasilitator menjelaskan bahwa pelaku juga bertindak bullying karena banyak faktor yang mendukungnya. Maka dibutuhkan dari teman-temannya sekitar untuk membantunya untuk tidak menjadi pembully lagi. Di sesi kedua advokasi, peserta bermain peran terhadap kasus-kasus bullying atau kekerasan yang terjadi di sekolah. Dalam bermain peran ini, peserta diminta untuk memikirkan akar masalah dari kasus-kasus yang diberikan dan bagaimana penanganan yang dapat dilakukan. Peserta mengakui setelah mengikuti sesi ini, mereka memahami bahwa mereka bisa menjadi seorang upstander dan advokat yang membantu temannya mengalami bullying atau kekerasan di sekolah. Mereka juga bisa mengenali aktor-aktor kunci yang bisa diajak bekerja sama jika kekerasan / bullying terjadi, misalnya guru BK, guru yang mendukung anti-kekerasan, kepala sekolah, dan orangtua.

  1. Community Networking

Pada sesi Community Networking (CN) ini dimulai dengan pertanyaan kepada peserta “Apa pemahaman mereka terhadap membangun jaringan”. Setelah para peserta menjawab maka peserta diajak menonton sebuah video yang berkaitan dengan membangun jaringan, yang kemudian dilanjutkan dengan berdiskusi bersama.

  1. Setelah itu, sesi dilanjutkan dengan berdiskusi terkait membuat jaringan secara lebih tajam: Alasan berjejaring, Prinsip dasar, dan cara-cara berjejaring yang baik.
  2. Kemudian sesi dilanjutkan dengan proses diskusi dan penggalian ide bersama melalui Objektif, Refleksi, Interpretatif dan Aspirasi, Sehingga teman-teman peserta mampu mengenal satu sama lain secara lebih mendalam dan terbuka. Dalam penggalian ide ini masing-masing peserta sesuai dengan latar belakang organisasinya menceritakan apa yang telah mereka perbuat untuk isu kekerasan terhadap anak secara luas, dilanjutkan dengan pembagian kelompok untuk membahas sesi ini lebih dalam/
  3. Peserta bermain ruang negosiasi dan ruang bertemu untuk melihat lebih jauh kendala-kendala apa saja yang dihadapi dan bisa berkomitmen untuk bersama-sama menyelesaikan masalah tersebut.
  4. Sesi ditutup dengan teman-teman peserta membuat komitmen kreatif melalui sebuah kertas karton sebagai tanda kepercayaan mereka bahwa jaringan yang disebut “SURABAYA’S UPSTANDERS” mampu untuk aktif, kreatif dan aspiratif dalam menyuarakan isu kekerasan terhadap anak yang berfokus terhadap bullying.

Esti Damayanti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *