Perkembangan platform digital memungkinkan generasi muda untuk terhubung satu sama lain dan mengekspresikan dirinya secara kreatif. Di sisi lain, dunia digital juga memunculkan berbagai tantangan dan isu baru dalam hal perlindungan generasi muda, seperti cyber bullying, keselamatan dan kesejahteraan generasi muda saat online, konten yang tidak sesuai bagi generasi muda, dan lain sebagainya. Itulah yang melatarbelakangi diadakannya diskusi “Membangun Komunitas Digital yang Aman dan Nyaman bagi Generasi Muda Indonesia” oleh platform digital TikTok bersama Ecpat Indonesia serta didukung Siberkreasi pada Selasa, 18 Desember 2018 lalu.
Valetina Ginting selaku Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan & Eksploitasi – KPPPA mengatakan bahwa ini merupakan sebuah bentuk kerjasama yang bagus untuk berdiskusi bersama. Ia mengatakan bahwa KPPPA sebagai lembaga pemerintah bersifat kebijakan dan tidak bisa mengimplementasikan, oleh sebab itu, ada hal yang harus dipikirkan bersama bukan hanya tentang positif dan negatif tetapi tentang kontribusi kita semua sebagai masyarakat yang dapat mengimplementasikannya secara langsung.
Dalam diskusi ini terdapat delapan panelis yang memberikan pengalamannya terlebih dahulu, yaitu Slamet Santoso, S.H (PLT Direktur Pemberdayaan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika), Nukman Luthfie (Dewan Pengarah Siberkreasi), Andy Adrian (Manager Program Ecpat Indonesia), Donny Eryastha (Kepala Kebijakan Publik, TikTok), dan Haffieluddin Wakhid Soedjono (pengguna TikTok).
Slamet Santoso, S.H (PLT Direktur Pemberdayaan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika) mengatakan bahwa kita perlu untuk bergeser menuju pedesaan dimana penguatan literasi digital dapat berperan penting untuk membangun sebuah kemajuan sehingga perlu ada kerjasama pada semua bidang dan industri.
Selanjutnya, Nukman Luthfie (Dewan Pengarah Siberkreasi) berbagi pengalaman bahwa ia pernah mendapat pesan dari seseorang yang akan sangat berterima kasih kepadanya apabila ia dapat membantu pemblokiran aplikasi TikTok yang dianggap merusak generasi bangsa. Atas pesan yang masuk pada media sosialnya tersebut serta aksi pemblokiran TikTok yang pernah dilakukan pemerintah, ia sangat menyayangkan karena pada dasarnya kita tidak bisa menolak teknologi. Teknologi adalah hak bagi semua orang, hal ini harus diimbangi antara konten yang ada dengan umur orang yang mengakses. Menurutnya, sosial media membuka peluang seseorang menjadi terkenal dan melahirkan selebritis baru, banyak orang berlomba-lomba mengejar trending dengan melakukan hal yang nekat. Oleh sebab itu, tugas kita semua adalah membuat konten positif agar dapat muncul ke permukaan.
Lebih lanjut, Andy Adrian (Manager Program Ecpat Indonesia) menjabarkan kondisi anak-anak pengakses media sosial. Ia megatakan bahwa internet memiliki dua sisi wajah, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Saat ini, terdapat perbedaan perspektif antara pihak IT dengan Ecpat sebagai lembaga yang bergerak di bidang perlindungan anak. Perbedaan ini membuat anak berpotensi terlibat penyalahgunaan internet atau media sosial. Seperti tentang usia, terdapat pendefinisian yang berbeda antara anak pengakses platform tertentu dengan usia anak yang telah didefinisikan sebagai acuan lembaga perlindungan anak. Dengan demikian, maka anak pengguna media sosial perlu diperhatikan karena hingga saat ini perlindungan terhadap anak di ranah online dapat dikatakan rendah.
Pihak TikTok, Donny Eryastha (Kepala Kebijakan Publik, TikTok) menjelaskan bahwa TikTok dalam hal ini memiliki dua poin utama yaitu kebijakan dan alat. Dengan memenuhi standar lokal (serta dikaji oleh orang Indonesia), aplikasi TikTok dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan penggunanya di Indonesia. TikTok memiliki syarat minimal 14 tahun untuk penggunanya dan mengkhususkan fitur live streaming pada pengguna yang sudah diverifikasi oleh TikTok, ini dilakukan untuk mencegah penyebaran konten yang tidak baik. Selain itu TikTok juga aktif turut serta dalam kampanye internet sehat bersama KPPPA, ICT-Watch dan lainnya.
Sebagai pengguna aplikasi TikTok, Haffieluddin Wakhid Soedjono mengatakan bahwa aplikasi TikTok adalah sebuah wadah yang positif untuk mengasah kreativitas. Sejauh ini, TikTok telah memberikannya pengalaman menyenangkan karena tools dan filter pada aplikasi TikTok membuat proses editing lebih cepat dan TikTok telah menjadi wadah networking. Baginya, buruk atau tidaknya suatu konten adalah sebuah perspektif. Jika ada orang menganggapnya “alay” dan memberinya komentar buruk, ia akan memaklumi dan tidak terlalu mengambil pusing, namun ia akan berterima kasih pada komentar yang bersifat membangun.
Dalam diskusi ini Kompak Jakarta mendapat banyak pengetahuan baru. Selain dari pemaparan yang telah disampaikan panelis, peserta diskusi yang berbagi pengalaman juga telah meningkatkan kepekaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan teknologi. Ditengah arus teknologi yang semakin maju dan akses yang mudah, merupakan tugas kita semua untuk dapat menjadi komunitas yang ramah anak dengan sebisa mungkin memberikan konten positif di ranah online sehingga aman dan nyaman bagi generasi muda Indonesia.