Jakarta – Kejahatan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran besar terhadap hak anak. kejahatan seksual anak bisa berupa kekerasan seksual, usikan, perkosaan, eksploitasi seksual di tempat prostitusi dan juga pornografi. Di era semakin berkembangnya teknologi dan internet, di mana akses informasi dapat diperoleh dengan mudah, memudahkan dalam melakukan berbagai aktivitas pekerjaan dan menjalin interaksi dengan orang lain, ternyata juga memunculkan berbagai persoalan baru, terutama permasalah yang melibatkan anak sebagai korbannya. Belakangan banyak terungkap kasus-kasus pornografi dan penculikan di mana anak-anak menjadi target sasaran kejahatan seksual di mana para pelaku memanfaatkan jejaring sosial media dalam melancarkan aksinya.
Sabtu pagi, 23 Juli 2016, bertempat di salah satu sekolah menengah atas di bilangan Jakarta Selatan, aku dan teman-teman dari KOMPAK Jakarta mengadakan pemutaran dan diskusi film dengan tema kejahatan seksual anak di ranah online. Dalam beberapa kegiatan terakhir yang kami lakukan bersama siswa-siswi sekolah, tema ini cukup sering menjadi tema diskusi di mana biasanya kami memulainya dengan menonton film dengan isu serupa.
Peserta diskusi nampak antusias dengan film yang diputarkan. Film selesai, sesi sharing, diskusi, dan tanya jawab dimulai. Peserta diminta untuk berbagi atau bercerita tentang pengalaman mengenai hal-hal yang sekiranya terjadi di sekitar mereka. Apakah mereka pernah atau teman-teman mereka pernah mengalami hal-hal yang membuat mereka merasa tidak nyaman atau hal-hal yang dianggap membahayakan ketika berselancar di internet.
Awalnya mereka malu untuk bercerita, sehingga kami mencoba memulai sharing tentang kejadian yang pernah dialami oleh anak-anak ketika berinternet dari diskusi-diskusi yang pernah kami lakukan.
Kak Wina, salah satu pengurus KOMPAK Jakarta menceritakan pengalamannya ketika berkenalan dengan orang yang dikenalnya melalui sosial media ketika masih bersekolah di bangku sekolah menengah pertama. Kak Wina bercerita mengenai pengalaman tidak menyenangkan yang ia alami ketika ada seorang laki-laki yang baru dikenalnya di media sosial meminta untuk mengirimkan foto-foto bagian tubuh pribadi, mengajak untuk bertemu, dan melakukan teror dengan cara-cara seperti ia mengetahui keberadaan Kak Wina dan apa yang sedang ia lakukan. Merasa mendapat ancaman, ia menceritakannya kepada kakaknya dan Kak Wina dminta untuk menjauhi orang tersebut.
Kak Wina menceritakan bahwa semua orang, terutama anak-anak sangat rentan mengalami kejadian yang pernah ia alami. Internet atau dunia maya sangat memudahkan para predator anak di internet untuk mencari target korbannya. Hal ini dikarenakan internet memiliki ruang lingkup tidak terbatas atau borderless, siapa pun dapat menjadi korban, mulai dari orang dewasa, orang muda, dan anak-anak.
Satu per satu akhirnya memberanikan diri untuk bercerita tentang pengalaman mereka terkait situasi yang terjadi di sekitar mereka, salah satunya Lisa (bukan nama sebenarnya). Lisa adalah seorang siswi yang saat ini duduk di kelas 12 SMA. Belum lama ini ia mendapat pesan pendek dari laki-laki yang tidak dikenalnya melalui aplikasi Blackberry Messenger. Laki-laki yang baru dikenalnya itu kerap meminta Lisa untuk mengirimkan foto-foto pribadi dan mengajak untuk bertemu.
Lisa bercerita kepada ku bahwa ia kerap tidak enak hati untuk menolak permintaan laki-laki itu. Ia sebenarnya takut jika terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan akibat perkenalannya dengan seseorang yang tidak benar-benar ia kenal di media sosial. Beruntung Lisa belum pernah mengiyakan permintaan laki-laki itu. Kami pun berusaha untuk meyakinkan Lisa untuk tidak pernah mempercayai orang asing yang baru ia kenal di media sosial, apalagi sampai mengiyakan untuk mengirimkan foto dan bertemu. Sesuatu yang tidak diinginkan dapat saja terjadi apabila Lisa mengiyakan semua permintaan orang yang baru dikenalnya di media sosial.
Lisa mungkin bukan satu-satunya anak perempuan yang menjadi sasaran orang yang memiliki niat jahat di dunia maya, salah satunya kasus yang menimpa sejumlah siswi Sekolah Dasar di Surabaya. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Subdit IT dan Cyber Crime Badan Reserse Kriminal Polri, pada November 2013 mendapatkan laporan dan berhasil mengungkap kasus kejahatan seksual anak yang dilakukan melalui sosial media Facebook. Pelaku memperkenalkan diri kepada korbannya sebagai seorang dokter perempuan dan memanfaatkan kondisi biologis korban dengan maksud menawarkan konsultasi medis. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, ditemukan bahwa pelaku adalah seorang pria dewasa berumur 37 tahun dan ditemukan barang bukti digital sebanyak 10.236 foto pornografi anak.[1] .
Pelaku mengajarkan korbannya cara untuk mengunggah dan mengirimkan foto bagian tubuh pribadinya. Aparat kepolisian berhasil menangkap pelaku Tjandra Adi Gunawan, 37 tahun yang berprofesi sebagai Quality Assurance Manager di sebuah perusahaan lengkap dengan sejumlah barang bukti. Dari hasil pemeriksaan barang bukti digital ditemukan 10.236 foto pornografi anak. Foto-foto itu disebarkan pelaku di jejaring Kaskus pada tanggal 19 Desember 2013 yang kemudian diketahui oleh guru dan orang tua dari siswi yang menjadi korban.
Kisah Lisa dan kasus yang menimpa sejumlah siswi sekolah dasar di Surabaya mengajarkan kita untuk selalu waspada dengan orang yang baru kita kenal di media sosial. Pelaku sering memalsukan identitasnya dalam mengelabui korbannya.
Orang tua dan anggota keluarga lainnya memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya kejahatan yang bisa menimpa anak-anak di internet, salah satu caranya dengan mendapingi anak ketika mereka berselancar di internet. Anak dan orang muda juga harus dibekali dengan pengetahuan agar dapat menggunakan internet dengan bijak dan paham bagaimana bergaul yang aman di media sosial. Orang muda juga dapat berperan penting dalam mengkampanyekan cara berinternet dengan aman dan dampak-dampak negatif yang dapat terjadi apabila kita tidak secara bujak dalam menggunakan media sosial, salah satunya melalui diskusi seperti ini.
Abdurrachman Wisnu Mahardi | Fahira Mulyana
[1] Materi Presentasi Subdit It dan Cyber Crime Mabes Polri. “Penyalahgunaan Teknologi Informasi dan Penangangan Pornografi Anak”