Depok, 8 Desember 2015 – Didasari oleh kajian yang telah dilakukan oleh UNICEF, the SEMERU Research Institute, dan Bappenas pada tahun 2012 yang menuai hasil sebagai berikut, “ Tantangan utama dalam menilai perkembangan upaya untuk melindungi anak-anak dari tindak kekerasan adalah terbatasnya data. Statistik nasional tentang topik kekerasan terhadap anak tidak ada dan kebanyakan data yang tersedia didasarkan pada kasus yang dilaporkan dan kajian dalam skala kecil dengan ruang lingkp yang terbatas”. Hasil tersebut dinilai tidak mewakili dan tidak dapat diaplikasikan secara komprehensif untuk semua daerah. Oleh karena itu, dilakkan kajian komprehensif tentang intervensi pencegahan atau penanganan Kekerasan terhadap Anak (KtA) di Indonesia dalam 5 tahun terakhir.
Kajian ini menyajikan informasi berupa bentuk kekerasan, jenis-jenis intervensi secara spesifik, pelaksana intervensi, dan cakupan geografis intervensi. Bentuk kekerasan yang disikapi dalam intervensi yaitu kekerasan fisik terhadap anak (4%), kekerasan seksual (10%), kekerasan emosional (3%), penelantaran (3%), eksploitasi atau perkawinan dini (14%), dan umum (66%). Jenis-jenis intervensi yait intervensi primer, intervensi sekunder, dan intervensi tersier. Intervensi primer (paling banyak diidentifikasi dalam pemetaan ini) seperti pengasuhan berbasis keluarga, program penguatan keluarga (SOS Children), dan intervensi pendidikan seksualitas berbasis sekolah – SETARA (Rutgers WPF dan mitranya. Intervensi sekunder menyediakan layanan yang disesuaikan dengan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus atau rentan. Pemerintah merupakan penyedia utama untuk layanan intervensi sekunder. Intervensi tersier berupa penanganan, penelitian, dan lintas jenis intervensi.
Sebagaian besar intervensi KtA dilaksanakan oleh LSM lokal dengan paling banyak programnya menargetkan kekerasan emosional. Hanya sedikit program yang ditujukan untuk kekerasan emosional dan penelantaran. Cakupan geografis intervensi KtA dikategorikan sebagai intervensi pada tingkat nasional, antar daerah atau daerah. Cakupan geografis intervensi KtA yang diidentifikasi oleh pemetaan ini sebagian besar adalah program pada tingkat nasional dan daerah. Pemerintah merupakan pelaksana utama untuk intervensi dalam skala nasional. Pemrograman KtA tidak berimbang dalam artian cakupan geografis dimana intervensi KtA lebih banyak berada di wilayah barat, khususnya di Jawa (tetapi tidak ada rujukan terhadap kepadatan penduduk). Hanya sedikitintervensi KtA yang lintas daerah.
Helen Giovani