KOMPAK Jakarta menyelenggarakan Diskusi KOMPAK Ceria (DISKORIA) terkait dengan Situasi Krisis dalam Masa Pandemi COVID – 19 yang menyebabkan anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual, yang dilaksanakan secara online melalui platform zoom meeting. KOMPAK Jakarta turut mengundang organisasi di tingkat serupa diantaranya Pemuda Pemutus Solo – Yayasan KAKAK Solo, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Prasetya Mulya, Aliansi Voice for Change Indonesia, Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial IISIP Jakarta, Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, dsb.
Dalam proses diskusi, Esti Damayanti selaku pemantik menyampaikan bahwa “orang-orang terdekat sekalipun seperti keluarga tidak mengurangi situasi kerentanan eksploitasi seksual yang terjadi pada anak, headline berita di internet banyak bermunculan kasus seperti prostitusi online di Mojokerto, penginapan menjadi tempat prostitusi anak dan hotel milik artis bahkan menjadi tempat prostitusi online”, pungkasnya.
“Kita bisa melihat data pemantauan pemberitaan media online yang dilakukan oleh ECPAT Indonesia bahwa tren kejahatan seksual lebih dari 500 anak mengalami pencabulan” tegas Esti.
Esti juga menerangkan dalam hal ini, anak disabilitas juga mengalami situasi kerentanan yang sama. Di Indonesia saat ini 31,6% dari jumlah penduduk Indonesia berusia anak (dibawah 18 tahun) atau sekitar 84,4 juta jiwa, sebanyak 1600 jiwa adalah anak disabilitas. Bagaimana kerentanan anak disabilitas mengalami kekerasan/eksploitasi seksual? “Anak disabilitas rentan mengalami tindak kejahatan seksual bukan karena fisik tetapi karena lingkungannya dengan stigma dan label mengenai keterbatasan untuk melindungi dirinya sendiri. Pada dasarnya, anak disabilitas memiliki karakter istimewa sehingga kerap mendapatkan labelisasi di masyarakat. Hal ini yang menjadi tantangan ketika lingkungan tidak supportif sehingga anak disabilitas rentan untuk mendapatkan kekerasan/eksploitasi seksual, jelasnya.
Kondisi ini tentunya harus mendapatkan perhatian serius dari berbagai belah pihak, baik dari masyarakat dan pemerintah/stakeholder. Sesuai dengan amanat UU (Undang-Undang) Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 59A Ayat (1) Memberikan perlindungan khusus dan meminimalisasi kerentanan anak dengan situasi bencana, dengan melakukan penanganan cepat melalui rehabillitasi sosial, fisik, dan pencegahan penyakit lainnya; Memberikan pendampingan psikososial untuk mempercepat pemulihan anak; Memberikan bantuan sosial bagi anak dan atau keluarga tidak mampu; dan memberikan perlindungan bagi anak korban eksploitasi dalam proses peradilan.
Tentunya dalam mencegah situasi kerentanan eksploitasi seksual yang terjadi pada anak dalam Masa Pandemi COVID – 19, kalian bisa melakukan TOPCER (Tolak, Pergi dan Ceritakan), yakni:
- TOLAK (Berani menolak apabila diminta melakukan sesuatu yang bisa merugikan. Misalnya, mengirimkan foto vulgar).
- PERGI (Berani pergi, meninggalkan tempat atau hubungan yang membuat tidak nyaman/terancam)
- CERITAKAN (Berani ceritakan kejadian yang membuat tidak nyaman kepada orang tua)
cc. Retno Ayu